Children's Drawing di PAUD

Children’s Drawing di PAUD
Sering kali guru dan orang tua merasa kehabisan imajinasi untuk menggambar objek apalagi, dilain sisi anak sudah haus ingin mendapatkan materi gambar baru. Terkadang imajinasi atau keinginan untuk menggambar ada namun tidak diimbangi dengan keterampilan menggambar yang baik, akhirnya orang tua atau guru menghentikan kegiatan menggambar atau menggambar dengan objek-objek yang sama dengan waktu-waktu terdahulu.
Gambar pemandangan adalah objek favorit bagi orang tua, kakak si anak atau guru di play group atau TK. Cara menggambarnya pun tidak terlalu sulit, dua buah segitiga yang diasosiakan sebagai dua buah gunung, lalu ada garis lengkung diantara dua segitiga tersebut yang diasosiasikan sebagai matahari, kemudian ada dua garis diagonal sebagai jalan, dan beberapa pernik lainnya adalah: awan, burung, pelangi, sawah dan pohon dipinggir garis tepi kertas gambar.
Ironis memang, sebagian besar orang tua atau guru di TK mengajarkan tentang gambar pemandangan tersebut. Hal ini memunculkan pertanyaan:
1.      Apakah hanya objek itu saja yang bisa digambar guru atau orang tua sebagai gambar contoh bagi anak?
2.      Seberapa penting gambar pemandangan bagi anak yang baru pertama belajar menggambar?
Berikut ini ada sebuah kisah tentang kegiatan menggambar. Namanya Fakhri. Fakhri masuk ke TK A usia 4,5 tahun. Selain mampu mengikuti aktivitas mengenal huruf dan mengenal angka di TK, Fakhri juga sering memanfaatkan watu luang di rumah dengan menggambar. Karena dipengaruhi oleh Film Seri Power Rangers, Ksatria Baja Hitam dan Ultraman, beberapa tema gambarnya selalu berhubungan dengan pertarungan antara si jahat dan si baik. Fakhri juga senang menggambar hal-hal yang sering ia dambakan. Karena orang tuanya masih mengontrak, Fakhri sering menggambar sebuah rumah milik sendiri dengan mobil di depan rumah. Jika diberi sebuah buku gambar, maka ia akan menggambar dengan menghabiskan hampir seluruh muka satu halaman. Seakan-akan tak ada yang tersisa dalam halaman buku gambar tersebut ruang kosong. Semuanya terisi, apalagi saat Fakhri menggambar adegan peperangan antara si jahat dengan si baik. Namun alangkah terkejutnya sang orang tua saat melihat hasil gambar di sekolahnya begitu jauh berbeda dengan yang ada di rumah. Hasil gambar di sekolah rata-rata banyak ruang yang kosong,dari sini timbullah beberapa pertanyaan:
1.      Mengapa halaman buku gambar di rumah lebih padat terisi dari pada halaman buku gambar di sekolah?
2.      Apakah ada korelasi antara kondisi menggambar anak dengan hasil gambar?
3.      Apakah tema menggambar mempengaruhi imajinasi anak?
4.      Apakah kepribadian guru di TK atau di sekolah mempengaruhi hasil karya gambar anak?
Alternatif solusi:
            Sebagian besar guru TK tidak menghendaki anak untuk menggambar adegan peperangan, apalagi adegan-adegan tersebut diambil dari serial TV. Dalam kasus di atas, Fakhri lebih jago menggambar pertarungan antara si baik dengan si jahat seperti serial televise anak, daripada menggambar pemandangan atau bunga-bunga. Maka terjadilah jalan buntu bagi Fakhri. Di rumah Fakhri selalu menggambar menurut suasana hatinya, namun saat di sekolah guru telah menentukan tema yang lain dan tema itu tidak pernah terbesit dalam hati Fakhri. Fakhri tidak menyukai bunga-bunga dan juga pemandangan. Lalu bagaimana tindakan guru?Menuruti kemauan atau mood anak untuk menggambar apa yang mereka sukai, atau dipaksa untuk menggambar sesuai dengan tema yang diinstruksikan guru?
            Ahli psikologi perkembangan yang membela kebebasan tumbuh kembang anak melarang adanya tema khusus yang memberatkan anak menggambar sehingga mempengaruhi mood anak. Akhirnya gambar yang dihasilkan tidak sebanding dengan kemampuan sesungguhnya.
            Adapun ahli psikologi perkembangan yang membela bahwa tumbuh kembang anak harus diatur dan diarahkan sehingga akan tumbuh dengan lebih baik, maka anak-anak TK harus menggambar sesuai dengan tema yang telah ditentukan (sebagaimana kurikulum yang berlaku).
Jika demikian, maka jalan tengahnya adalah guru atau orang tua di rumah sesekali memberikan kebebasan kepada anak untuk menggambar sesuai yang diinginkan anak. Setelah gambar tersebut selesai dibuat, anak disuruh menjelaskan gambar apa yang dibuatnya. Keterangan anak yang dirangkai menjadi cerita dapat dibandingkan dengan gambar anak tersebut. Setelah itu guru atau orang tua dapat mengambil sebuah penilaian mengenai kretivitas, gaya bertutur, dan mental.
Menilai sebuah gambar yang telah ditentukan temanya sangat mudah, anak disuruh menggambar pemandangan selama sekian menit. Setelah selesai, anak disuruh mengumpulkan gambar tersebut. Guru tinggal menilai semua hasil karya tersebut, jika gambar sesuai dengan tema, maka nilainya bagus, akan tetapi jika gambar tidak sesuai dengan tema maka nilainya nol.
Penilaian subjektif ini memang perlu untuk menilai seberapa daya pemahaman anak terhadap instruksi yang diberikan oleh guru. Seperti alat diagnogsis, anak yang menggambar namun tidak sesuai tema, maka anak itu masih perlu bimbingan. Sebaliknya anak yang menggambar sesuai dengan tema, maka anak tersebut adalah anak yang sudah paham apa yang instriksikan oleh guru.
Penilaian hitam putih terhadap anak memang sering menimbulkan kekecewaan terhadap orang tua. Dirumah orang tua sangat yakin bahwa anaknya sangat baik dan pandai, namun mangapa ketika di sekolah anaknya nyaris tak memiliki prestasi dengan angka.

Solusi berikutnya adalah memperbanyak alternative tema menggambar (bukan hanya satu atau dua tema). Cobalah dikelas, guru menyuruh anak-anak untuk memilih salah satu beberapa tema, misalnya Pemandangan Alam, Rumahku, Kebunku, Dapurku, Kamarku, Pahlawanku, Mamaku, Papaku, Kucingku Dan Lain Sebagainya.     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN OBSERVASI ASPEK PERKEMBANGAN ANAK

Proposal Masalah Sosial Di Masyarakat

Review Jurnal